Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net

Sabtu, 21 Februari 2009

Implikasi pendekatan Penilaian yang Dipakai

Pendekatan penilaian yang dipakai menimbulkan berbagai implikasi: 1.   Program   pengajaran   dan   penilaian   dalam   pendekatan   kompetensi menuntut  pelaksanaan pengajaran yang terencana, terarah, dinamis dan membimbing. 2.   Pengajar  perlu  memiliki  kemantapan  keterampilan  dalam  menyusun program    pengajaran    dan    sekaligus    program    menilaiannya    yang berorientasikan pada kompetensi. 3.   Baik  pengajar  maupun  mahasiswa  memerlukan  sumber-sumber  dan sarana belajar-mengajar yang cukup.     4.   Dalam  program  penilaian  terbuka  mahasiswa  perlu  mengetahui  program penilaian, kriteria keberhasilan dan hasil-hasil penilaian. 5.   Kegiatan  mengajar  tidak  semata-mata  dimuka  kelas,  sesuai  dengan ketentuan  sistem  kredit  semester,  kegiatan  kuliah  dengan  harga  1  sks mencakup beban pengajaran untuk penyelenggaraaan tiga jenis kegiatan setiap Minggu yaitu: 60 menit untuk pengembangan bahan pelajaran. 50 menit untuk kegiatan tatap muka dengan mahasiswa. 60 menit untuk usaha penilaian dan kegiatan perencanaan lanjutan. Dalam 60 menit terakhir itu pengajar dituntut untuk menyediakan diri bagi pertemuan  dengan  mahasiswa  baik  secara  perseorangan  maupun  dalam kelompok, untuk membahas hal-hal khusus berkenaan dengan kemajuan dan masalah-masalah pelajaran yang dihadapi. 6.   Mahasiswa dituntut untuk belajar secara dinamis. 7.   Program penilaian yang terarah dan terencana menuntut sistem palporan yang  lengkap  dan  rapi,  baik  untuk  keperluan  mahasiswa  sendiri  dan keperluan  pengajar,  maupun  untuk    keperluan  fakultas  dan  perguruan tinggi. 8.   Pengajar memerlukan berbagai sarana administrasi untuk penyusunan dan pelaksanaan program pengajaran dan penilaian. 9.   Program   pengajaran   dan   penilaian   perlu   dicatat   dan   hasil-hasilnya disimpan secara baik. 10. Karena  program  pengajaran  dan  penilaian  ini  bersifat  menyeluruh  dan relatif  menuntut  lebih  banyak  waktu  dan  keterlibatan  pengajar,  perlu dipikirkan  variasi  jenis  matakuliah  yang  dipegang  oleh  setiap  tenaga pengajar beserta konsekuensinya.

Penggunaan PAN dan PAP

Pendekatan PAN dapat dipakai untuk semua matakuliah, dari matakuliah yang  paling  teoritis  (penuh  dengan  materi  kognitif)  sampai  ke  matakuliah yang   praktis   (penuh   dengan   materi   ketrampilan).  Angka-angka   hasil pengukuran  yang  menyatakan  penguasaan  kompetensi-kompetensi  kognitif, ketrampilan,  dan  bahkan  sikap  yang  dimiliki  atau  dicapai  oleh  sekelompok mahasiswa  sebagai  hasil  dari  suatu  pengajaran,  dapat  di  kurvekan.  Dalam pelaksanaannya   dapat   ditempuh   prosedur   yang   sederhana.   Setelah pengajaran   diselenggarakan,    kelompok    mahasiswa    yang    menerima pengajaran  tersebut  menjawab  soal-soal  atau  melaksanakan  tugas-tugas tertentu yang dimaksudkan sebagai ujian. Hasil ujian ini diperiksa dan angka tersebut  disusun  dalam  bentuk  kurve.  Kurve  dan  segala  hasil  perhitungan yang  menyertai  (terutama  angka  rata-rata  dan  simpangan  bakul)  dapat segera dipakai dalam PAN.
Pendekatan  PAP  tidak  berorientasi  pada  “apa  adanya”  pendektan  ini tidak  semata-mata  mempergunakan  angka  rata-rata  yang  dihasilkan  oleh kelompok  yang  diuji,  melainkan  telah  terlebih  dahulu  menetapkan kriteria keberhasilan,  yaitu  “batas  lulus”  penguasaan  bahan  pelajaran,  dan  dalam proses   pengajaran.   Tenaga   pengajar   tidak   begitu   saja   membiarkan mahasiswa  menjalani  sendiri  proses  belajarnya,  melainkan  terus  menerus secara   langsung   ataupun   tidak   langsung   merangsang   dan   memeriksa kemajuan  belajar  mahasiswa  serta  membantunya  melewati  tahap-tahap secara berhasil. Proses pengajaran yang menjadi kegiatan PAP dikenal adanya ujian  pembinaan  (formative  test)  dan  ujian  akhir  (summative  test).  Ujian pembinaan  dilaksanakan  pada  tahap  tersebut.  Usaha  ini  akan  mencegah mahasiswa  dari  keadaan  terlanjur  tidak  menguasai  dengan  baik  bahan kompetensi  dari  tahap  yang  satu  ke  tahap  berikutnya  seperti  dituntut  oleh TKP.  Hasil  ujian  pembinaan  ini  dipakai  sebagai  petunjuk  (indikator)  apakah  mahasiswa   tertentu   memerlukan   bantuan   dalam   menjalankan   proses belajarnya atau tidak.
Ujian akhir dilaksanakan pada akhir proses pengajaran. Ujian ini meliputi
semua  bahan  yang  diajarkan  dalam  keseluruhan  proses  pengajaran  dengan tujuan  menguji  apakah  mahasiswa  telah  menguasai  seluruh  bahan  yang diajarkan itu dengan baik. Ujian akhir ini didasarkan sepenuhnya pada TKP. Jika  ujian  pembinaan  benar-benar  diselenggarakan  dan  hasil-hasilnya dipakai   untuk   membantu   mahasiswa   yang   memerlukan,   maka   PAP menekankan bukan hanya pada segi mutu hasil belajar mahasiswa tetapi juga pada  segi  mutu  hasil  belajar  mahasiswa  tetapi  juga  pada  segi  banyaknya mahasiswa  yang  berhasil.  Sebanyak  mungkin  mahasiswa  dirangsang  dan dibantu untuk mencapai penguasaan kompetensi yang tinggi.

Penilaian Acuan Patokan (PAP)

PAP  pada  dasarnya  berarti  penilain  yang  membandingkan  hasil  belajar mahasiswa  terhadap  suatu  patokan  yang  telah  ditetapkan  sebelumnya. Pengertian  ini  menunjukkan  bahwa  sebelum  usaha  penilaian  dilakukan terlebih   dahulu   harus   ditetapkan   patokan   yang   akan   dipakai   untuk membandingkan    angka-angka  hasil  pengukuran  agar  hasil  itu  mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula  tidak  dicari  di  dalam  sekelompok  hasil  pengukuran  sebagaimana dilakukan pada PAN. Patokan  yang  telah  disepakati  terlebih  dahulu  itu  biasanya  disebut “Tingkat  Penguasaan  Minimum”.  Mahasiswa  yang  dapat  mencapai  atau bahkan melampai batas ini dinilai “lulus” dan belum mencapainya nilai “tidak lulus”  mereka  yang  lulus  ini  diperkenankan  menempuh  pelajar  yang  lebih tinggi,  sedangkan  yang  belum  lulus  diminta  memantapkan  lagi  kegiatan belajarnya sehingga mencapai “batas lulus” itu. Patokan yang dipakai untuk kelompok mahasiswa yang mana sama ini pengertian yang sama. Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama untuk  hasil  pengukuran  yang  diperoleh  dari  waktu  ke  waktu  oleh  kelompok yang sama ataupun berbeda-beda dapat dipertahankan. Yang  menjadi  hambatan  dalam  penggunaan  PAP  adalah  sukarnya menetapkan patokan yang benar-benar tuntas.

Penilaian Acuan Normal (PAN)

PAN  ialah  penilaian  yang  membandingkan  hasil  belajar  mahasiswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai  pendekatan  “apa  adanya”  dalam  arti,  bahwa  patokan  pembanding semat–mata  diambil  dari  kenyataan–kenyataan  yang  diperoleh  pada  saat pengukuran/penilaian  itu  berlangsung,  yaitu  hasil  belajar  mahasiswa  yang diukur  itu  beserta  pengolahannya,  penilaian  ataupun  patokan  yang  terletak diluar hasil–hasil pengukuran kelompok manusia.
PAN  pada  dasarnya  mempergunakan  kurve  normal  dan  hasil–hasil
perhitungannya  sebagai  dasar  penilaiannya.  Kurve  ini  dibentuk  dengan
mengikut  sertakan  semua  angka  hasil  pengukuran  yang  diperoleh.  Dua
kenyataan    yang    ada    didalam    “kurve    Normal”yang    dipakai    untuk
membandingkan  atau  menafsirkan  angka  yang  diperoleh  masing  –  masing mahasiswa  ialah  angka  rata-  rata  (mean)  dan  angka  simpanan  baku (standard deviation), patokan ini bersifat relatif dapat bergeser ke atas atau kebawah  sesuai  dengan  besarnya  dua  kenyataan  yang  diperoleh  didalam kurve  itu.  Dengan  kata  ain,  patokan  itu  dapat  berubah–ubah  dari    “kurve normal”  yang  satu  ke  “kurve  normal”  yang  lain.  Jika  hasil  ujian  mahasiswa dalam  satu  kelompok  pada  umumnya  lebih  baik  dan  menghasilkan  angka rata-rata  yang  lebih  tinggi,  maka  patokan  menjadi  bergeser  ke  atas (dinaikkan). Sebaliknya jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya  bergeser  kebawah  (diturunkan).  Dengan  demikian,  angka  yang sama pada dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai  yang sama  dihasilkan  melalui  bangunan  dua kurve yang  berbeda akan  mempunyai  arti  berbeda.  Demikian  juga,  nilai  yang  sama  dihasilkan melalui  bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti umum yang berbeda pula.

PROBLEMATIKA NILAI, MORAL DAN HUKUM DALAM MASYARAKAT


Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.


Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.


Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.


Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :




  1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.

  2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.

  3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.

  4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lainmasyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.


Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :




  1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan uhkum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.

  2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).

  3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,

  4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.

  5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.

  6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).

KEADILAN,KETERTIBAN DAN KESEJAHTERAAN SEBAGAI WUJUD MASYARAKAT YANG BERMORAL DAN MENTAATI HUKUM


Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, adalah makluk yang selalu berinteraksidan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.


Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan,ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat di reduksi untuk ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja (2002,h.3) mengatakan “ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hokum,kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.


Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama,kaidah susila,kesopanan,adat kebiasaan dan kaidah moral. Kaidah hokum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut,bahkan antarakaidah hokum dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada kalanya kaidah hokum tidak sesuai atau idak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hokum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota masyarakat ; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang brlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.


Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja (2002,h.10) mengatakn “ hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut”.

Pengertian Las Busur Manual (SMAW/MMAW)









Pengelasan dengan SMAW Shield Metal Arc Welding (Las Busur Manual) atau disebut juga MMAW (Manual Metal Arc Welding) digunakan arus listrik sampai 600 Ampere dan busur nyala listrik itu menimbulkan panas yang tinggi (+- 6.300 derajat Celsius) yang mampu mencairkan logam yang dilas tersebut dan bersama dengan itu, loncatan busur yang terdiri dari tetesan logam elekroda akan berfungsi/bersatu dengan benda kerja, dan membentuk suatu kampuh, di mana kampuh las itu akan dilindungi oleh kerak yang ditimbulkan oleh coating/pembungkus elektroda yang mencair bersama-sama logam pengisinya. Koating memiliki berat jenis yang lebih rendah dari logam, maka cairan coating tersebut akan mengembang di atas kampuh las sehingga membentuk terak.
Manual Metal Arc Welding dapat juga diartikan sebagai suatu proses pengelasan yang panasnya diperoleh dari busur nyala listrik dengan menggunakan elektroda yang berselaput. Elektroda berselaput ini berfungsi sebagai bahan pengisi dan memberi perlindungan terhadap kontaminasi admosfir. Elektroda mencairkan logam dasar dan membentuk terak las pada waktu bersamaan; ujung elekgtroda mencair dan bercampur dengan bahan yang dilas.


Las busur manual termasuk salah satu proses las yang paling banyak digunakan dalam proses manufaktur dan perbaikan barang-barang mekanik dan konstruksi. Las busur manual ini tidak seefisien las semi otomatis yang lain, karena memerlukan wantu untuk mengganti elektroda dan harus membersihkan terak, akan tetapi peralatan lebih murah, lebih mudah mengoperasikan dan hanya memerlukan pemeliharaan sederhana.
Las busur manual dapat digunakan untuk posisi yang berbeda dan dapat digunakan di bengkel atau lapangan, sehingga banyak digunakan pada pekerjaan keteknikan, mulai dari yang ringan sampai berat. Misalnya untuk saluran, bejana bertekanan dan rangka baja untuk konstruksi bangunan serta industri alat berat dan perkapalan.

Peralatan las busur manual (MMAW/SMAW)
1. Mesin las busur manual/pesawat las/tranformator las
Mesin las busur manual secara garis besar dibagi menjadi 2 golongan, yaitu mesin las busur bolak-balik (alternating current atau AC welding machine) dan mesin las arus searah (direct current atau DC welding machine).
Mesin las AC sebenarnya adalah transformator penurun tegangan. Transformator / trafo mesin las adalah alat yang dapat merubah tegangan yang keluar dari mesin las yakni dari 110 volt, 220 volt atau 380 volt menjadi berkisar antara 45 - 80 volt dengan arus (ampere) yang tinggi.
Mesin las DC memperoleh sumber tenaga listrik dari trafo las AC yang kemudian dirubah menjadi arus searah atau dari generator arus searah yang digerakkan oleh motor bensin atau motor diesel sehingga cocok untuk pekerjaan lapangan atau bengkel-bengkel kecil yang tidak memiliki jaringan listrik. Pengaturan arus pada pengelasan dapat dilakukan dengan cara memutar tuas. Menarik atau menekan, tergantung dari konstruksinya, sehingga kedudukan inti medan magnit bergeser naik turun pada transformator. Pada mesin las arus bolak balik, kabel masa dan kabel elektroda dipertukarkan tidak mempengaruhi perubahan panas yang terjadi pada busur nyala. Pertukaran ini berpengaruh pada distribusi panas yang terjadi pada benda kerja dan elektroda, penetrasi yang terjadi pada pengelasan, jenis polaritas yang terjadi dan penggunaan jenis elektroda untuk tujuan-tujuan tertentu.

Pengertian Sikap





Menunit G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah "keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.


Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu: Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.


Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.


Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.


Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.


Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.


2. Komponen Sikap


2.1 Afektif


Afektif merupakan aspek emosional dari  faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.


2.2 Kognitif


Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.


2.3 Konatif


Komponen konatif adalah aspek  vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.




Pengertian Kompetensi



istilah kompetensi berhubungan dengan dunia pekerjaan. Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebaai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan (Herry, 1998).


Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan pra-jabatan dan/atau latihan.


Dalam bidang keguruan, kompetensi mengajar dapat dikatakan merupakan kemampuan dasar yang mengimplikasikan apa yang seharusnya dilaksanakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.



B. Kompetensi Guru Umum


Seorang guru, di samping senantiasa dituntut untuk mengembangkan pribadi dan profesinya secara terus menerus, juga dituntut mampu dan siap berperan secara professional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu mengembangkan tiga aspek kompetensi bagi dirinya, yaitu:


(1) kompetensi pribadi,


(2) kompetensi profesi,


(3) kompetensi kemasyarakatan.


1. Kompetensi Pribadi


Memiliki sikap kepribadian yang mantap atau matang sehingga mampu berfungsi sebagai tokoh identitas bagi siswa, serta dapat menjadi panutan bagi siswa dan masyarakatnya.


2. Kompetensi Profesi


Memiliki pengetahuan yang luas dan dalam mata pelajaran yang diajarkan, serta menguasai metodologi pengajaran, baik teoritis maupun praktis. Kompetensi profesi guru di Indonesia yang dikenal dengan istilah 10 Kompetensi Guru adalah sebagai berikut:




  1. Menguasai bahan, dalam bentuk bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi.

  2. Mengelola program belajar-mengajar, dalam bentuk merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar-mengajar, mengenal kemampuan (entry behavior) anak didik, serta merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.

  3. Mengelola kelas, dalam bentuk mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.

  4. Menggunakan media/sumber, dalam bentuk mengenal, memilih, dan menggunakan media; membuat alat-alat Bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar; mengembangkan laboratorium; menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar.

  5. Menguasai landasan-landasan kependidikan.

  6. Mengelola interaksi belajar-mengajar.

  7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.

  8. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, dalam bentuk mengenal fungsi dan program layanan dan penyuluhan di sekolah, dan menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah.

  9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dalam bentuk mengenal fungsi dan program administrasi sekolah, serta menyelenggarakan administrasi sekolah, dan

  10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.


Sebagai pembanding, berikut dikemukakan 15 (lima belas) kompetensi yang perlu dikembangkan oleh guru di Amerika, yaitu:




  1. Dapat mendiagnosis kebutuhan intelektual, emosi, social, dan fisik siswa.

  2. Dapat merumuskan tujuan-tujuan instruksional yang didasarkan atas kebutuhan siswa.

  3. Dapat merancang pengajaran sesuai dengan tujuan.

  4. Dapat melaksanakan pengajaran sesuai dengan rancangan/desain.

  5. Dapat melakukan evaluasi untuk menilai hasil belajar siswa dan efektivitas pengajaran.

  6. Mampu mengintegrasikan pengajaran sesuai dengan latar belakang siswa.

  7. Mampu melaksanakan model-model pengajaran, dan dapat mengajar keterampilan menurut tujuan tertentu bagi siswa tertentu.

  8. Memperlihatkan komunikasi yang lebih efektif dalam kelas.

  9. Mampu menggunakaan sumber-sumber yang sesuai untuk mencapai tujuan pengajaran.

  10. Mampu memonitor proses dan hasil belajar serta mampu mengadakan perbaikan pengajaran.

  11. Menguasai bidang studi yang akan diajarkannya.

  12. Memiliki keterampilan dalam pengelolaan kelas/manajemen dan organisasi dalam mendorong siswa tumbuh secara menyeluruh (social, emosi, fisik, intelek).

  13. Sensitif atau peka terhadap kebutuhan dan perasaan diri sendiri dan kebutuhan serta perasaan orang lain.

  14. Mampu bekerja secara efektif dalam kelompok professional.

  15. Mampu menganalisis efektivitas keprofesionalannya dan terus berusaha memperluas efektivitas tersebut.


Nampak bahwa kompetensi guru di Amerika sudah mengakomodasi pula pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa, karena memang di Amerika pelaksanaan pendidikan inklusi sudah lama berlangsung. Oleh karena itu, guru di sana di samping dituntut mampu mengajar anak normal juga harus mampu mengajar anak luar biasa di sekolah reguler.


3. Kompetensi Kemasyarakatan/Sosial


Mampu membangun komunikasi yang efektif dengan lingkungan sekitarnya, termasuk dengan para siswa, teman sejawat, atasan, dengan pegawai sekolah, dan dengan masyarakat luas.


C. Kompetensi Guru Pendidikan Khusus (Guru PLB)


Kompetensi Guru Pendidikan Khusus dilandasi oleh tiga kemampuan (ablity) utama, yaitu: (1) kemampuan umum (general ability), (2) kemampuan dasar (basic ability), dan (3) kemampuan khusus (specific ability),


Kemampuan umum adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), sedangkan kemampuan dasar adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik luar biasa (anak berkelainan), kemudian kemampuan khusus adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik luar biasa jenis tertentu (spesialis).


Berkenaan dengan hal tersebut, Guru Pembimbing Khusus diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut:


1. Kemampuan Umum (general ability)




  1. Memiliki ciri warga negara yang religius dan berkepribadian.

  2. Memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga negara.

  3. Memiliki sikap dan kemampuan mengembangkan profesi sesuai dengan pandangan hidup bangsa.

  4. Memahami konsep dasar kurikulum dan cara pengembangannya.

  5. Memahami disain pembelajaran kelompok dan individual.

  6. Mampu bekerjasama dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan profesinya.


2. Kemampuan Dasar (basisc ability)




  1. Memahami dan mampu mengidentifikasi anak luar biasa.

  2. Memahami konsep dan mampu mengembangkan alat asesmen serta melakukan asesmen anak berkelainan.

  3. Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkelainan.

  4. Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling anak berkelainan.

  5. Mampu melaksanakan manajemen ke-PLB-an.

  6. Mampu mengembangkan kurikulum PLB sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkelainan serta dinamika masyarakat.

  7. Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek medis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB.

  8. Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek psikologis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB.

  9. Mampu melakukan penelitian dan pengembangan di bidang ke-PLB-an.

  10. Memiliki sikap dan perilaku empati terhadap anak berkelainan.

  11. Memiliki sikap professional di bidang ke-PLB

  12. Mampu merancang dan melaksanakan program kampanye kepedulian PLB di masyarakat.

  13. Mampu merancang program advokasi.


3. Kemampuan khusus (specific ability)


Kemampuan khusus merupakan kemampuan keahlian yang dipilih sesuai dengan minat masing-masing tenaga kependidikan. Pada umumnya masing-masing guru memiliki satu kemampuan khusus (spesific ability). Kemampuan tersebut adalah sebagai berikut:




  1. Mampu melakukan modifikasi perilaku.

  2. Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan.

  3. Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan pendengaran/komunikasi.

  4. Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual;

  5. Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan anggota tubuh dan gerakan;

  6. Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan perilaku dan social.

  7. Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar.

Pengelolaan SDM Berbasis Kompetensi





Terdapat berbagai macam definisi kompetensi. Tetapi definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah sejumlahkarakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Terdapat bermacam-macam pendekatan mengenai model kompetensi. Salah satunya Competency-based HRM (manajemen SDM berdasarkan kompetensi). Intinya perilaku karyawan yang paling bagus kinerjanya dijadikan tolok ukur. Perilaku ini menjadi patokan baku yang menggerakkan program SDM untuk mengembangkan gugus kerja yang lebih efektif. Kompetensi ini diintegrasikan dalam sistem SDM. Standar perilaku dari karyawan yang paling bagus kinerjanya dan terbukti mendukung strategi perusahaan menjadi dasar untuk kebijakan pengelolaan SDM,



seperti rekrutmen, seleksi, imbalan, manajemen kinerja, promosi, dan pengembangan. Melalui cara ini berarti telah dikaitkan antara strategi dan manajemen SDM dengan strategi dan manajemen korporat. Pendekatan model kompetensi lainnya adalah pendekatan organizational yang berarti model kompetensi ditekankan dalam organisasi dengan tipe organisasi tertentu. Dalam organisasi yang masih menjunjung tinggi hirarki, kompetensi individu tidak dapat direalisasikan tanpa adanya faktor-faktor tertentu yang harus diperbaiki. Dengan kata lain, elemen-elemen dari pendekatan ini mencakup kompetensi individu terkini dan potensial berkaitan dengan kapasitas kognitif, memberi nilai tinggi pada pekerjaan, dan juga mempunyai kepribadian yang selaras dengan budaya perusahaan.
Sedangkan dalam learning organization yang penuh dengan kedinamisan, setiap individu harus mempunyai karakteristik yang menjaga tumbuhnya peluang-peluang baru, gaya kepemimpinan oleh pemimpin yang melayani komunitas-nya, belajar melalui kinerja dan praktek, serta tidak memisahkan proses dengan isinya. Terciptanya hubungan perusahaan yang alami dengan pemasok, pelanggan, dan karyawan merupakan keunggulan kompetitif tersendiri. Praktek-praktek manajemen SDM harus dilihat tidak hanya sebagai prosedur administratif untuk mengatur aliran SDM, tetapi juga sebagai pola perilaku yang membantu kemampuan SDM. Kemampuan perusahaan dalam mempertahankan karyawan merupakan konsep kualitatif yang mendukung berkembangnya kemampuan SDM. Perusahaan dapat mempertahankan karyawan yang berkinerja bagus dan memudahkan karyawan yang performansinya biasa-biasa saja untuk memperbaiki diri sendiri. Di samping itu, usaha mempertahankan karyawan dapat dilakukan melalui rewarding systems, job security, pengembangan pelatihan dan karir, pemberdayaan dan memupuk sense of belonging. Strategi perusahaan jangka panjang mengenai SDM, didasari oleh pemikiran bahwa kemampuan perusahaan dan kemampuan SDM memberikan arah dasar bagi strategi perusahaan. Kompetensi SDM yang terintegrasi dengan core competencies perusahaan merupakan sumber dari value perusahaan. Perusahaan juga harus mengaktifkan stok pengetahuan dan pembelajaran kolektif yang memudahkannya untuk memberikan core products/services yang utama melalui SDM.

Penyampaian core services atau activities itu pada dasarnya tergantung pada pengetahuan yang terletak pada SDM perusahaan, sehingga kompetensi SDM memudahkan realisasi nilai strategis dari core competencies. Kompetensi SDM-lah yang mengembangkan end produts seperti model portfolio strategi, program manajemen kualitas, dan sebagainya. Dengan cara ini, core competencies perusahaan dioperasikan dan menjadi nyata dalam kompetensi SDM. Hasil akhir dari CBHRM ini memberikan pengaruh yang cukup besar bagi SDM dan perusahaan. Diperlukan suatu sistem dengan integritas tinggi untuk menciptakan dan mengembangkan riset, desain, dan implementasi yang baik dan ini merupakan tugas moral dan etis para praktisi dan profesional SDM. CBHRM ini juga meningkatkan hubungan industrial yang harmonis karena adanya CBHRM merupakan penghubung SDM dengan perusahaan (dan strateginya).

Metode pengajaran menyimak


Disamping menguasai materi pelajaran, pengajar dituntut terampil menyampaikan materi itu kepada siswa. Cara penyampaian materi itu disebut dengan istilah metode pengajaran. Keterampilan menyampaikan bahan itu akan tercapai apabila pengajar sudah mengenal, mengetahui, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran sehingga dapat menguntungkan pengajar tersebut antara lain:





Pengajaran Menyimak Bervariasi


Pengajaran menyimak dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Metode yang dipilih sangat bergantung kepada pengajar dengan mempertimbangkan tujuan, bahan,dan keterampilan proses yang ingin dikembangkan. Pengajaran menyimak yang bervariasi sangat menunjang minat dan gairah belajar. Proses belajar yang dilandasi oleh minat dan gairah dapat diharapkan akan berhasil.


Memecahkan Berbagai Masalah


Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat akan dapat menanggulangi berbagai masalah seperti:


a. jumlah yang belajar terlalu banyak


b. perbedaan kemmpuan individu


c. materi pelajaran yang kurang menarik


d. lingkungan belajar yang kurang menarik


Meningkatkan Rasa Percaya Diri


Pengajar yang memiliki pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai teknik pengajaran menyimak akan tampil lebih meyakinkan, percaya diri, dan menarik.


Membangun Suasana Belajar Yang Baik


Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat akan menumbuhkan suasana belajar-mengajar yang baik.


Memusatkan Perhatian


Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat membuat perhatian terpusat pada pelajaran.


Penyampaian Materi Pelajaran Terarah


Pemilihan dan penerapan metode pengajaran menyimak yang tepat menjamin penyampaian materi pejaran lebih terarah, efisien dan efektif.


Pengajaran Lebih Berhasil


Pemilihan dan penerapan metode pengajaran meenyimak yang lebi tepat lebih menjamin tercapainya tujuan pengajaran. Ini berarti pengajarn pun akan berhasil dengan baik.


Pada hakikatnya tidak ada metode yang baik atau buruk. Metode itu sifatnya netral, karena baik buruknya suatu metode tergantung dari pengajar itu sendiri yang memakai.


Namun dalam praktek pengajaran kita kenal juga istilah metode yang baik. Sesuatu metode pengajaran yang baik dapat dikenal dari ciri-cirinya seperti:


1) menantang atau merangsang siswa untuk belajar.


2) mengaktifkan siswa dalam belajar.


3) mengembangkan kreativitas siswa, penampilan siswa secara individu atau kelompok.


4) memudahkan siswa memahami materi pengajaran.


5) mengarahkan aktivitas belajar siswa ke arah tujuan pengajaran.


6) mudah dipraktekkan, tidak menuntut peralatan yang rumit.


Apabila anda rajin membuka-buka buku pengajaran bahasa, Anda akan menemukan bermacam-macam metode pengajaran bahasa. Sebagian dari metode tersebut digunakan sebagai metode pengajaran menyimak. Berikut ini disajikan sejumlah metode pengajaran menyimak.


(1) Simak - Ulang Ucap


(2) Simak – Kerjakan


(3) Simak – Terka


(4) Simak – Tulis


(5) Memperluas kalimat


(6) Bisik Berantai


(7) Identifikasi Kata Kunci


(8) Identifikasi Kalimat Topik


(9) Menjawab Pertanyaan


(10) Menyelesaikan Cerita


(11) Merangkum


(12) Parafrase


Dalam pengetahuan kebahasaan kita mengenal istilah mendengar, mendengarkan dan menuimak.. Ketiga kata ini tentu mempunyai makna yang berbeda. Secara sekilas, mendengar adalah proses kegiatan menerima bunyi-bunyian yang dilakukan tanpa sengaja atau secara kebetulan saja.


Contoh : Saat Anda mengikuti kegiatan perkuliahan, Anda mendengar benda jatuh. Anda menoleh ke arah suara benda tadi. Anda tidak melihat apa-apa kemudian Anda melanjutkan kembali kegiatannya.


Mendengarkan adalah proses kegiatan menerima bunyi bahasa yang dilakukan dengan senagaja tetapi belum ada unsur pemahaman.


Contoh : Saya sedang membuat materi perkuliahan bahasa Indonesia. Saat saya sedang menulis, tiba-tiba saya mendengarkan lagu kesenangan saya. Kemudian saya berhenti sejenak sambil menikmati lagu tersebut. Setelah lagu selesai, saya mengerjakan tugas lagi.


Sedangkan menyimak adalah suatu proses kegiatan menyimak lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (HG.Tarigan : 28)


Contoh : pada saat belajar bahasa Indonesia, saya menyimaknya dengan sungguh-sungguh. Sambil menyimak, saya mencatat hal-hal penting yang ada kaitannya dengan isi pembicaraan. Tanpa saya sadari, sesekali saya mengangguk-anggukkan kepala karena saya memahami apa yang telah dijelaskan. Saat guru memberi kesempatan untuk bertanya, saya bertanya apa yang belum saya pahami. Sebelum berakhir, saya merasa puas mengenai pembelajaran yang telah dibahas.


Setelah Anda membaca dan memahami ketiga kata dan contoh di atas, maka kata apa yang paling tepat digunakan dalam bahan pelatihan ini? Tentu kata menyimak bukan? Oleh sebab itu, dalam pembahasan pembelajaran, konsep atau pengetahuan dalam pelatihan ini istilah yang digunakan adalah istilah menyimak.


Menyimak dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting karena dapat memperoleh informasi untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Begitu juga di sekola, menyimak mempunyai peranan penting karena dengan menyimak siswa dapat menambah ilmu, menerima dan menghargai pendapat orang lain. Oleh sebab itu dalam pembelajaran menyimak memerlukan latihan-latihan yang intensif.

Rasionalisasi CBSA dalam Pembelajaran


Kita telah memasuki ambang "masyarakat belajar" yaitu masyarakat yang menghendaki pendidikan masa seumur hidup (Husen.1988:41).Untuk mempersiapkan siswa menghadapi hal tersebut,kita perlu memikirkan jawaban atas pertanyaan : Cara-cara bagaimana siswa memperoleh dan meresapkan pengetahuan,ketrampilan,dan sikap yang menjadi kebutuhannya? Dengan kata lain,guru hendaknya tidak hanya menyibukkan dirinya dengan kegiatan pemaksimalan penyajian isi pelajaran saja.Yang lebih penting dari pada itu,guru hendaknya memikirkan cara siswa belajar.





Untuk menjawab permasalahan yang terkandung dalam pertanyaan di atas,perlu kiranya mengkaji konsep belajar terlebih dahulu. Sudah sejak lama manusia mencoba mengkaji konsep belajar. John Dewey misalnya (1916 dalam Davics,1987:31) menekankan bahwa:


Oleh karena belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri,maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri.Guru adalah pembimbing dan pengarah,yang mengemudikan perahu,tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut haruslah berasal dari murid yang belajar.


Sedangkan Gage dan Berliner secara sederhana mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya ( Gage dan Berliner, 1984 : 252 )


Dari batasan belajar yang dikemukakan oleh dewey serta gage dan Berliner, kita dapat menanadai bahwa belajar belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang perorang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan tugas – tugas belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar.


Walaupun telah lama kita menyadari bahwa balajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar, kenyataan masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih nampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencarai dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, juga sikap yang mereka butuhkan. Apalagi kondisi proses pembelajaran yang memksimalkan peran dan keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan dasar, termasuk pada sekolah daasr mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan dasar yakni meletakkan dasar yang dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi, disampinh kemauan dan kemampuan untuk belajar secara terus menerus sapanjang hayatnya.


Bertolak dari pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi belajar serta kenyataan proses pembelajaran, maka peningkatan penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus segera terpenuhi. Gur hendaknya tidak lagi mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada siswa. Guru hendaknya mengajar untuk membelajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan dan meresap pengetahuan,keterampilan dan sikap.


Dengan penerapan CBSA,siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, selain itu siswa lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis, tanggap, dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya (Raja Joni, 1992:1 ). Pencapaian keadaan siswa yang diharapkan melalui penerapan CBSA ini akan memungkinkan pembentukan sebagai "pengabdi abadi pencari kebenaran ilmu".


Di sisi yang lain, dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara professional,mengajar secara sitematis berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna beshasil guna ( efisien dan efektif ). Artinya guru dapat merekayasa system pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaiamana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif ( Raka Joni 1992:11 ). Lambat laun penrapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru – guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan alam dan sosial budaya